Love, setiap orang memiliki pandangan tersendiri tentangnya, hingga akhirnya setiap orang akan berbeda dalam mengartikan love sesuai dengan persepsinya sendiri . Kemudian pertanyaannya, apakah itu salah? Tidak juga, karena persepsi setiap orang pasti berbeda,bahkan tiap orang memiliki banyak persepsi dalam dirinya sendiri.
Dan ketika saya berpendapat bahwa love itu abstrak, itu karena keterbatasan logika saya untuk memahaminya. Sama halnya ketika kita melihat sebuah lukisan abstrak yang kita sendiri tidak memahami betul apa makna daripadanya, namun kemudian kita merasa menyukai atau bahkan tidak menyukainya. Sama juga halnya seperti ketika kita bermimpi (dreaming) dan kita tidak pernah tau dari titik mana mimpi kita dimulai, hanyak bagian tengah dan selanjutnya yang bisa kita ingat.
Ketika mencoba memahami tentang love saya tidak pernah menemukan jawaban seperti apa love itu. Karena keterbatasan itu, kemudian saya hanya mencoba membuat sesuatu yang saya jadikan sebagai proyeksi dari love. Mencoba mengaitkannya dengan ketertarikan emosional yang berasal dari lahan subconscious yang kemudian sangat mempengaruhi area conscious kita. Dan ketika singkronisasi tidak terjadi, akan terjadi konflik internal yang kemudian memaksa kita untuk bertarung dengan diri kita sendiri. Namun saat itu terjadi, kita sendiri tidak bisa memastikan, sisi mana yang harus kita dukung, mana yang harus dimenangkan dan mana yang harus dikalahkan karena memang love bukan tentang judgement.
Dari proyeksi yang kemudian kita atasnamakan sebagai love kemudian akan muncul beberapa pijakan yang kemudian kita jadikan acuan dalam memahami love itu sendiri. Tapi lagi-lagi hal ini hanya merupakan proyeksi yang tidak bisa dipaksakan keabsolutan nya. Kenapa? Karena love bukan tentang kalibrasi, kita hanya mencoba memperkirakan standar bagi sesuatu yang tidak kita ketahui standarnya. Dan memang tidak pernah ada kepastian dalam memahami hal yang abstrak.
Gagasan yang kemudian muncul adalah bahwa love berkaitan erat dengan respect. Kemudian dipersempit sehingga love adalah tentang respect. Maka jika berbicara tentang love harusnya kita bisa menghadirkan respect, hingga akhirnya saya menyimpulkan bahwa respect kemudian menjadi salah satu indikator love.
Namun pertanyaan selanjutnya, “respect itu seperti apa?”, lagi lagi kembali ke arah subjektifitas dan kontekstual.
Setiap hari kita bisa merasakan cahaya mahari, namun pernahkah bertanya apa yang kemudian didapatkan matahari ketika cahayanya sampai ke bumi? pernahkah bertanya apakah kemudian matahari kehilangan cahayanya ketika bumi menerimanya? Itulah sebuah gambaran kecil dari love yang belum dibatasi
Ketika love diartikan sebagai suatu getaran yang kemudian menghasilkan gelombang, ia tidak akan pernah musnah layaknya energi yang secara ilmiah diartikan sebagai suatu hal yang tidak dapat dimusnahkan namun bisa dikonversi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Saya sendiri cenderung menyukai gagasan ini, dan meyakini kekekalan energi, dengan sebuah ketentuan dimana definisi energi tidak dibatasi pada physic atau chemistry bahkan logis, tapi pada energi yang imortal, dan selalu abadi dengan keabadianNya.
Ketika love diartikan sebagai human nature dan human needed, maka kemudian ia akan ada selama manusia itu ada. Jika kita perluas konsep manusia bukan hanya sekedar pada objek bergerak yang memikiki logika dan rasa, menjadi sesuatu yang lain yang dikatakan memiliki keagungan dan derajat yang tinggi diantara semua makhluk. Manusia dalam artian bukan hanya sekedar jasad dan jiwa, bukan hanya fisik dan psikologis, bukan hanya emosional dan logis, dan ketika manusia diartikan seperti itu, love merupakan sesuatu yang inherent , melekat dan menyatu secara integral, mengekspresikan kontinuitas dan permanen. ke-inherent-an love, kemudian mengindikasikan bahwa love tidak sekedar ada dalam perasaan atau pikiran yang kemudian direalisasikan dalam bentuk tindakan, tapi love melekat pada setiap unsur dalam manusia, pada semua organ, pada semua sel dan pada keseluruhan manusia.
Love adalah sebuah sifat yang dimiliki Tuhan yang kemudian dianugerahkan kepada kita. Dan ketika mencoba memahaminya, ingatlah siapa yang telah memberikannya pada kita. Ketika Tuhan menganugerahkannya pada kita Dia tahu kita pantas menerimanya, manun kemudian kita sendiri lah yang tidak memantaskan diri.
Ketika dikatakan manusia itu adalah pemimpin, ini merupakan tugas yang sangat berat. Akan ada sesuatu dari diri kita yang kemudian dimintai pertanggungjawaban atas jasad, hati, pikiran dan keseluruhan kita, termasuk terhadap amanah yang telah diberikanNya pada kita. Love salah satunya.
Tidak ada kepastian selain kepastian itu sendiri, dan tidak ada yang haq selain yang HAQ.
Tinggalkan komentar