Feeds:
Pos
Komentar

Bicara soal takdir tak kan terlepas dari seberapa besar kepercayaan kita pada takdir tersebut. Dalam seuah kepercayaan kita mengenal sebuah sistem takdir yang terdiri dari dua hal. Pertama, takdir yang soyogyanya bisa kita rubah, dan kedua, takdir yang tidak bisa kita rubah. Bia kita dalami lebih jauh, dan kita cerna dengan akal yang sehat akan ada hal yang bisa kita simpulkan dari apa yang sudah kita usahakan, kita lakukan dan kita perbuat, terhadap hasil akhir yang kita dapatkan  dan kebanyakan orang mengenal itu dengan istilah hasil akhir sebuah takdir.

Pertanyaan mungkin menyeruak di pikiran anda yang kebetulan terjebak, dan kemudain terpaksa membaca tulisan saya ini, kenapa takdir menjadi penting untuk saya ungkapkan pada tulisan ini?. Pertanyaan yang notabene akan saya jawab dengan lantang meskipun akan membuat saya terkesan lancang – karena mendahului usatadz yang sehaarusnya lebih berwenang membahas ini. Kenapa saya bahas takdir ddalam tulisan ini?, karena saya jengah dengan sikap ‘pasrah’ kebanyakan orang yang saya jumpai ketika bicara soal takdir, terutama ketika mereka mendapatkan apa yang malas atau bahkan terkesan tidak bisa mereka usahakan lagi, bahkan tak jarang menutup kreatifitas akal dan mematikan fungsi jiwa yang Tuhan kita anugerahkan kepada kita dengan berpasrah dengan keadaan yang mereka dapatkan dan dengan ringan mereka menjawab “ini sudah takdir saya” dan memang benar itu adalah sebuah takdir yang merupakan sebuah hasil kalkulasi dari semua sikap, keputusan atas semua perbuatan dan penyikapan terhadap apa yang kita inginkan.

Suatu hari ketika saya bertemu dengan seseorang, dia sangat rajin beribadah jika dibandingkan dengan saya, dan entah kenapa saya sangat sering beretemu dengan orang-orang yang demikian. Certia berlanjut dengan terjalinnya sebuah komunikasi yang cukup intens dianatara kami. Dan muncullah sebuah rasa saling ketertarikan diantara kami – dan ini belum menjadi akhir ceritanya. Tuhan selalu memberikan apa yang saya butuhkan, dankemudian itu yang saya resapi dari pertemuan kami – setelah banyak belajar dari apa yang saya lewatkan bersama mereka. Muncul sebuah proses pendewasaan meskipun terasa sangat getir waktu itu. Ketika saya dihadapkan dengan kedua orang yang pasrah dengan rakdir. Mereka dipaksakan belajar mencintai orang yang tidak benar-benar mereka cintai –itupun saya dengar dari cerita mereka terhadap saya. Namun pada akhirnya, karena mereka susdah tidak tahu dengan apa mereka bisa merubah mungkin karena kepercayaan mereka terhadap tuhan sangat tinggi –mesikpun saya tak begitu yakin, mereka menjawab, ini sudah takdir saya dan ini jodoh saya.

Dan percaya atau tidak, saya pernah membaca sebuah ayat dari kitab suci yang saya percayai, bahw garis besarnya jodoh –yang mereka anggap sebauh takdir- orang yang baik adalah mereka yang baik.  Bukan masalah siapa atau dari siapa, namun ketika dipaksakan oleh orang yang melahirkan kita tentang pengambilan keputusan menetapkan seorang jodoh yang akan menemani kita sampai ajal datang, tidakkah terlalu egois? Ketika kita hanya menjadikan ucapan orang tua sebagai hanya satu kualitas terbaik dari penyimpulan keputusan “Ya dia memang jodoh saya” tanpa mengusahakan. Dan kemudian itu yang saya pikirkan selam ini apakah takdir sesederhana itu, deari beberapa penyimpulan saya terhadap kebanyakan kasus mereka yang tidak bisa bersikap dengan takdir adalah:

“Apakah ini takdirmu? Ataukah takdir orang lain yang kau paksakan untukmu?

Sebauh pertanyaan besar untuk kita jawab. Berfikirlah dengan jernih, tentukan mana yang benar-benar kau butuhkan, belajar mandiri karena itu hidupmu bukan hidup orang lain, belajar mengakui dengan sangat jujur meskipun itu menyakitkan.

Marah itu mudah


Seringkali saya merasakan desakan yang begitu dahsyat dalam dada yang diundang oleh emosi yang sangat tidak stabil. Lantas yang dirasakan kemudian ketika sebuah pola emosi tak teratur ini menguasai diri saya hanyalah ketidak nyamanan, sebuah kondisi yang berdampak pada  berkurannya kemampuan  menggunakan logika dan pikiran sehat seaakan. Akhirnya, munculah sebuah residu dari reaksi ini, amarah dan kemarahan.

Kemarahan itu sangat menular, begitu juga sebaliknya!!

Ketika kita berada bersama orang yang ramah, baik dan sopan, tentunya kita akan merasa senang terhadapnya. Hal itu karena secara tidak disadari diri kita tertular oleh energi positif yang diberikan orang itu, dan tentunya kita pun akan cenderung lebih menyukainya. Begitu pula ketika bersama dengan orang yang hobby nya mengeluh, cenderung memiliki emosi tidak stabil dan selalu berfikiran negatif, secara tidak langsung dia akan mengirimkan sinyal serupa pada diri kita dan tentunya kita tidak akan merasa nyaman terhadapnya, atau bahkan tertular oleh “attitude” nya.

Setiap orang di dunia ini bisa marah, tapi tidak semua orang bisa mengendalikan kemarahannya menjadi sesuatu yang lebih berarti dan menguntungkan. Lanjut Baca »


Dzikir adalah salah satu tanda seorang mahluk mengingat dan mengenal Tuhannya, dan sering kali kita dapati peretanyaan kenapa kita harus selalu dzikir yang terkadang sangat sulit kita jiwai (dan terkadang sangat sulit juga untuk kita lakukan dalam kehidupan sehari hari). Dan inilah sebuah pemikiran dan pandangan dari seorang mahasiswa abs

urd tentang dzikir.

Tahukah kamu? setiap mahluk punya caranya sendiri ketika dia menunjukkan rasa cintanya kepada Sang Maha Pencipta?. Banyak ahli agama menyebutkan  salah satu cara menunjukkan dan mengaplikasikan bentuk kecintaannya pada sang Khalik adalah dengan cara selalu mengingatnya dimanapun dan kapanpun atau lazim orang menyebutnya sebagai Dzikir.

Kembali ke awal kalimta ketika saya ingin membagi apa yang ada di kepala saya tentang bagaimana cara setiap mahluk (mahluk = segala ciptaan-NYA) berdzikir dan menunjukan rasa cintanya kepada siapa yang teah menciptakannya. Salah satu dari banyak contoh adalah, matahari, dia berdzikir dengan cara memberikan cahaya dan energi yang tiada kan habisnya sebagai bentuk cintanya kepada sang khalik dengan memperkenalkan sang Khalik itu Maha baik yang memberikan cahaya yang sanggup menerangi setiap jalanan yang gelap, dan memebrikan kehangatan bagi semesta alam sera memberikan energi yang begitu melimpah ruah dan hampir tidak terbatas, –(( jika melihat fenomena ini seharusnya kita bisa berfikir tentang begitu maha penyayangnya tuhan begitu sangat baik menciptakan matahari ha

nya untuk menghidupi dan memebrikan kehidupan bagi mahluk hidup di bumi))–

Tumbuhan hijau, berdzikir dengan cara memberikan salah satu bentuk energi yang berhasi di sintesis dari sinar matahari yang dia racik demi memberikan kehidupan dan berbagi energi kehidupan dengan mahluk lain. Mesipun dia harus memberikan kehidupnanya dan merelakan mas ahidupnya hanya bagi kehidupan mahluk lain yang belum tentu berguna bagi kehidupanyya.  Hal itu hanya demi menggambarkan bahwa dia tidak peranah perhitungan dan mencoba menyebut dan memperkenalkan Ke Maha-an Tuhan, bahwa Dia-lah yang sanggup maha memberi dan sanggup memberi meskipun Dia tidak akan pernah membutuhkan sesuatu apapun dari ciptaannya.

Air, berdzikir dengan merelakan dirinya, hanya demi memberikan ke segaran bagi mahuk lain yang membutuhkan, merelakan dirinya menguap kembali ketika pans dan membiarkannya jatuh bebas ketika hujan turun. Maha besar Allah yang telah enciptakannya,

begitu sempurna. Inilah cara air menyebut dan memperkenalkan Tuhannya pada kita kh

ususnya yang sangat sering tidak menggambarkan sebagai mahluk bertuh

an dan sangat sering melupakannya.  Meskipun terkadang mahluk lain tak terlihat secara kasat sedang berdzikir, namun sebenarnya mereka tak lelahnya mengingatkan kita bahwa tiada yang lain yang patut di sembah, tiada yang lain yang patut menjadi pusat perhatian kecuai Sang Maha Pencipta.

Dan selalu belajar lah dari mereka yang selalu menyebut dan mengingatkan kita akan ke-Esaan Tuhan.

belajarlah dari air yang memiliki rasa kelembutan, belajar lah dari api yang memiliki perlawanan, belajarlah dari tanah yang selalu rendah hati, lihatlah ke depan, karena kan memberikan kita visi, lihatlah kebelakang agar kita belajar, lihat lah kesamping agar kita tahu kita tidak hidup sendiri, lihatlah keatas aga kita selalu mawas diri, dan lihatlah ke bawah karena dengan begitu kita akan belajar bersyukur

konsistensi energi mengingatkan kita bahwa adasesuat yang selalu kekal.

Serigala Tua


Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang sudah lumpuh keempat kakinya. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat hidup terus. Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan membawa kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan sisa bagi serigala.

Hari berikutnya Tuhan memberi makan serigala dengan perantaraan harimau yang sama. Oramg itu pun mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang begitu besar dan berkata dalam hati,”Aku juga akan menganggur di rumah saja dengan penuh kepercayaan kepada Tuhan, karena Ia akan mencukupi segala kebutuhanku.”

Ia melakukan niatnya berhari hari lamanya, tetapi ti Lanjut Baca »


Dengarlah, pagi ini ketika aku sadar ada yang salah dalam benakku selama ini, ini berangkat dari apa yang aku ketahui setelah aku selesai melaksanakan kewajibanku menunaikan apa yang menjadi amalan wajib yang harus selalu dialkukan dalam lima waktu. Bahawa Dia Tuhan semesta alam tak pernah butuh kita, Dia hanya sangat sayang pada mahluk yang menjadi ciptaannya. Dia tak pernah membutuhkan semua amalan kita, sujudkita , bahkan penyembahan kita pun dia tidak pernah menginginkan dan membutuhkan itu. Hanya saja ketika kita diperintahkan oleh-Nya  untuk menyembah dan hanya memujanya itu sebenarnya salah satu bentuk Kasih dan Sayang-Nya pada kita agar kita tahu siapa kita dan untuk apa dia di hidupkan. Bahkan dengan ketidak sempurnaan kita  (yang dalam beberapa nayat dalam Kitab-Nya dia menyebutkan bahwa kita adalah mahluk sempurna), hal itupun tidak lain adalah untuk menunjukkan bahwa kita seharusnya sadar akan ke maha sempurnaan Tuhan Maha Penguasa Semeta Alam. Dia lah yang terlalu mencintai begitu dalam pada mahluk-Nya, dimana Rahmat dan rasa Sayang-Nya selalu mengawali dari apa yang Dia berikan pada kita sebagai mahluk-Nya. Lanjut Baca »